Kelas Rangkap (Multigrade Teaching)

 

Supervisi SMAN 3 Sungai Kakap, Kubu Raya Kalbar 2016



 Ditulis: Fatkhuri

 

            Multigrade teaching adalah istilah yang jika di-Indonesiakan menjadi 'pengajaran kelas rangkap', merupakan metode pengajaran dengan mengacu pada situasi di mana guru harus mengambil tanggung jawab untuk mengajar murid di lebih dari satu kurikulum kelas dalam jangka waktu yang ditentukan.  Sekolah yang menyelenggarakan kelas rangkap umumnya karena menghadapi berbagai kendala keterbatasan sumber daya dan sarana. Keterbatasan tersebut mencakup keberadaan sekolah yang mengalami kekurangan jumlah Guru, jumlah murid dalam satuan Pendidikan yang sedikit, dan sarana serta prasarana penunjang yang tidak memadai. Pelaksanaan multigrade teaching penting diselenggarakan sebab sekolah dengan kondisi keterbatasan seperti diuraikan di atas tidak bisa menjalankan pembelajaran secara normal.

           Dalam praktiknya, pengajaran di sekolah yang melaksanakan kelas rangkap dilakukan dengan seorang guru mengajar siswa dari kelas yang berbeda. Perbedaan tersebut bisa dalam bentuk tingkatan, usia, nilai dan kemampuan siswa yang kemudian digabung dalam dalam satu kelas yang sama.  Terkait kelas rangkap, belum lama ini Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M)  mengundang Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur untuk berbagi tentang pengalamannya menetapkan kebijakan penyelenggaraan kelas rangkap di Kabupaten Probolinggo. Dalam pertemuan tersebut, diundang juga Kepala Sekolah SD Ngadisari untuk berbagi pengalaman mengenai penyelenggaraan Kelas Rangkap (Multigrade Teaching) yang sudah berjalan kurang lebih tiga tahun.

     Dalam pemaparannya, Fathur Rozi selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo menceritakan penyelenggaraan kelas rangkap di sekolah-sekolah yang menjadi sasaran pilot project program kelas rangkap. Poin-poin yang disampaikan di antaranya meliputi:

1.  Kelas rangkap telah diselenggarakan sejak 2018, dengan pelaksanaan tahun pertama untuk 8 (delapan) sekolah sebagai pilot project.

2.   Pelaksanaan kelas rangkap dilhami oleh situasi di mana beberapa daerah di Kabupaten Probolinggo, dari total 24 kecamatan memiliki kondisi geografis yang bervariasi—daerah terisolir dan sebagainya, sehingga banyak sekolah tidak memiliki siswa yang memadai.

3.  Dengan situasi tersebut, pemerintah daerah dihadapkan pada masalah pelik sebab anak-anak di daerah-daerah tersebut wajib diberikan pelayanan Pendidikan secara layak, seperti sekolah-sekolah lain pada umumnya. Dengan kondisi di mana Guru juga sangat kurang, jumlah siswa sedikit, dan pemda menghadapi tuntutan harus memberikan layanan dasar Pendidikan, maka tercetus gagasan tentang sekolah rangkap.

4.    Kebijakan kelas rangkap kemudian diselenggarakan khusus untuk delapan sekolah di sekitar Gunung Bromo lebih tepatnya di kecamatan Sukapura sebagai pilot project.

5.     Kelas rangkap dilaksanakan dengan pembelajan rangkap untuk kelas 1 dan 2, 3 dan 4, 5 dan 6, yang masing-masing menjadi satu kelas. Dengan demikian, di sekolah dasar yang menjadi pilot project hanya ada 3 kelas.

6. Tantangan penyelenggaraan kelas rangkap adalah: pertama, perlunya sekolah melakukan pemetaan dan analisis kompetensi yang similar antara kelas 1-2,3-4 yang bisa diajarkan secara bersamaan. Proses pemetaan ini tentu saja tidak mudah sebab Guru perlu memahami detail kurikulum dan pengetahuan terhadap materi dalam kelas yang berbeda. Kurikulum perlu dirancang dengan mengelompokkan tema-tema yang sama, meskipun kompetensi yang ingin capai bisa saja berbeda. Kedua, tantangan berikutnya ada pada kompetensi Guru. Dalam kelas rangkap, dibutuhkan kompetensi guru khusus untuk melaksanakan pembelajaran, apalagi berbasis tematik. Ini menjadi tantangan sendiri sebab pemda khususnya dinas Pendidikan dihadapkan pada regulasi (PP 49 2018) tentang manajemen PPPK, yang dilarang mengangkat pegawai Non ASN sehingga tidak mudah bagi pemda melakukan rekrutmen Guru yang dibutuhkan.

7.  Menurut Kadis, kelas rangkap pada awalnya mendapatkan resistensi dari beberapa pihak, termasuk dari unsur Guru. Resistensi ini tentu saja sangat normal sebab penyelenggaraan kelas rangkap membutuhkan effort yang luar biasa dan harus dilakukan oleh Guru yang memang memiliki kompetensi luar biasa. Bagi Guru yang belum memiliki kesadaran, kelas rangkap dianggap menjadi beban.  Tapi dengan berbagai pendekatan termasuk membangun kesadaran guru akan pentingnya menjalankan tanggungjawab moral untuk membangun kualitas generasi bangsa, pada akhirnya masalah ini dapat terselesaikan.

8.  Untuk menyelenggarakan kelas rangkap, pemda menyelenggarakan pelatihan khusus untuk Guru yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Tim Inovasi.

9.  Dalam prosesnya, menurut penuturan Fathur Rozi kelas rangkap berjalan dengan lancar, Guru memiliki semangat baru, dan siswa merasakan kenyamanan dalam pembelajaran di mana suasana kelas menjadi lebih hidup

10.  Di sisi lain, penyelenggaraan kelas rangkap ini pada akhirnya mendapatkan sambutan positif dari orang tua. Dukungan orang tua dalam pelaksanaan kebijakan kelas rangkap ini tentu saja menambah amunisi untuk kelancaran program ini.

 

    Sejak dilaksanakannya kelas rangkap, selain penyelenggaraan Pendidikan lebih efisien dan efektif karena jumlah guru tidak perlu terlalu banyak, tingkat partisipasi siswa meningkat dan sebaliknya tingkat Drop Out menurun. Saat ini kelas rangkap telah diberlakukan untuk 106 sekolah dari sebelumnya hanya 8 pilot project.


Baca juga:

Klaster (COVID-19) Sekolah Banyak Bermunculan

Comments

  1. Makasih infonya, jadi bisa nambah wawasan ttg dunia pendidikan.

    ReplyDelete
  2. Sama2 mas. Terimakasih sudah mengunjungi blog saya

    ReplyDelete

Post a Comment