- Get link
- X
- Other Apps
- Get link
- X
- Other Apps
Sumber Gambar: https://www.simpeldesa.com/
Ditulis: Fatkhuri
Desa
dilihat sebagai wilayah administrasi merupakan suatu wilayah terkecil dari
suatu pemerintahan dan memiliki potensi sumberdaya (sumberdaya alam, sumberdaya
manusia, budaya dan teknologi/tradisional). Desa merupakan daerah belakang
(penyangga) dari sebuah kota yang bisa memberikan ruang kehidupan pada
masyarakat banyak bergantung pada bagaimana potensi desa dimanfaatkan.
Menurut
Kamus Penataan Ruang, yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Penataan Ruang
Departemen Pekerjaan Umum (2009), desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Desa
meskipun lebih lekat dengan karakternya yang dianggap terbelakang sesungguhnya
memiliki banyak sekali potensi yang bisa dikembangkan. Pemanfaatan berbagai
potensi desa tentu saja dapat mendorong akselerasi desa menuju desa yang maju
dan mandiri. Oleh karena itu, diperlukan sebuah usaha dalam rangka mendukung
kelancaran penyelenggaraan Pemerintahan Desa secara berdayaguna dan berhasil guna
sehingga desa mampu melaksanakan kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakatnya berdasarkan potensi yang telah dimilikinya.
Menurut
UU 6 tahun 2014 tentang Desa, pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini menandakan bahwa pemerintahan desa
memegang peranan penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tingkat
paling bawah.
APB
Desa (Anggaran Pendapatan Belanja Desa) adalah instrumen penting yang sangat
menentukan dalam rangka perwujudan tata pemerintahan yang baik (good governance) di tingkat desa. Tata
pemerintahan yang baik diantaranya diukur dari proses penyusunan dan
pertanggungjawaban APB Desa. Pemahaman seluruh proses pada tahapan pengelolaan
APB Desa (penyusunan, pelaksanaan, pertanggungjawaban) memberikan arti terhadap
model penyelenggaraan pemerintahan desa itu sendiri. Proses pengelolaan APB
Desa yang didasarkan pada prinsip partispasi, transparansi dan akuntabel akan
memberikan arti dan nilai bahwa pemerintahan desa telah dijalankan dengan baik.
Adanya
Alokasi Dana Desa yang memadai untuk menunjang sumber penerimaan APB Desa,
diharapkan akan mampu mendorong roda pemerintahan di tingkat desa, termasuk
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang mampu ditangani di tingkat desa. APB
Desa yang memadai juga dapat mendorong partisipasi warga lebih luas pada
proses-proses perencanaan dan penganggaran pembangunan. Partisipasi warga yang
tidak terakomodasi dalam APBD, dengan adanya APB Desa dapat menjawab
partisipasi warga yang bersifat mikro dan mampu ditangani pada tingkat desa supaya
Alokasi Dana Desa dalam pelaksanan APB Desa benar-benar diterapkan, perlu
dilakukan proses penguatan Pemerintahan Desa dalam mengelola keuangan desa,
khususnya peningkatan Pendapatan Asli Desa (PADes) yang berorientasi kepada
peningkatan kesejahteraan masyarakat desa dan memenuhi prinsip-prinsip good governance.
Mengembangkan Potensi Desa
Penyediaan
sumber-sumber pendapatan asli desa yang berhasil guna dan tepat guna selama ini
tidak pernah memperhitungkan potensi yang sesungguhnya. Pada umumnya dan
kebiasaan selama ini perhitungan pendapatan asli desa lebih mengandalkan pada
target dan realisasi yang ada. Dengan demikian ke depan diharapkan mampu
menggali sumber-sumber pendapatan desa seoptimal mungkin yang bersumber dari
potensi yang ada di masing-masing desa.
Dengan
berbagai potensi desa yang dimiliki dan potensi pendapatan desa yang dapat
dioptimalkan dari masing-masing desa maka perlu dilakukan kajian strategi
bagaimana upaya peningkatan Pendapatan Asli Desa sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa dan daerah pada umumnya. Salah satu tujuan
pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah untuk meningkatkan
kemandirian daerah dalam hal ini adalah desa dan mengurangi ketergantungan
fiskal terhadap pemerintah kabupaten atau pemerintah pusat. Peningkatan
kemandirian desa sangat erat kaitannya dengan kemampuan desa dalam mengelola
Pendapatan Asli Desa (PADes). Semakin tinggi kemampuan desa dalam menghasilkan
PADes, maka semakin besar pula diskresi/keleluasaan desa untuk menggunakan
PADes tersebut sesuai dengan aspirasi, kebutuhan, dan prioritas pembangunan
desa. Oleh karena itu pemerintah desa mempunyai peranan yang penting dalam
sistem perekonomian suatu daerah.
Terkait
potensi desa, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis tahun
2019, saat ini desa-desa di Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup
baik. Perkembangan tersebut dapat dilihat diantaranya dari aspek ketersediaan
sarana dan prasarana yang bisa menjadi instrument penggerak roda perekonomian
pedesaan seperti Kelompok Pertokoan, Pasar, dan Kios Sarana Produksi Pertanian
(Saprotan). Jika kita melihat data berdasarkan tiga aspek tersebut, memang perkembangan
yang terjadi cukup bervariasi, namun secara umum geliat desa untuk maju sudah
mulai menampakkan tanda-tandanya.
Dilihat
dari perkembangan potensi desa mengacu pada kelompok pertokoan, secara umum jumlah
desa yang telah memiliki pertokoan mengalami penurunan. Berdasarkan perbandingan
data antara tahun 2014 dan 2018, terdapat 11.634 desa di Indonesia yang telah
memiliki kelompok pertokoan di tahun 2014. Sayangnya angka ini mengalami penurunan di
tahun 2018 menjadi 11.082. Namun, kita patut mengapresiasi di mana untuk sarana
pasar, ada kemajuan yang signifikan dengan bertambahnya desa-desa di Indonesia
yang memiliki pasar. Menurut data BPS (2019), angka desa yang telah memiliki
pasar dengan bangunan meningkat dari 15.340 di tahun 2014 menjadi 16.738 pada
tahun 2018. Sebaliknya untuk pasar tanpa bangunan mengalami penurunan dari 8.816
desa di tahun 2014 menjadi 7.873 di tahun 2018 (https://www.bps.go.id).
Di luar
kategori tersebut, masih terdapat banyak desa yang sama sekali belum memiliki
sarana ekonomi menyangkut kelompok pertokoan dan pasar. Jumlah desa yang
termasuk dalam kelompok ini jumlahnya cukup besar yakni 56.262 di tahun 2014 dan mengalami peningkatan
menjadi 58.277 di tahun 2018.
Sumber: Diolah dari data BPS, 2019
Data
di atas menunjukkan ada geliat kemajuan yang telah dicapai oleh desa-desa di
Indonesia melalui pendayagunaan sarana usaha seperti toko dan pasar. Namun
demikian, kita juga perlu mendorong agar sebagian besar desa-desa lain di
Indonesia yang belum memiliki sarana pendukung keberdayaan ekonomi bisa
mengikuti jejak desa-desa lainnya yang sudah lebih dulu maju.
Baca juga: Menakar Ketimpangan Desa dan Kota
Comments
Post a Comment