Netralitas ASN dalam Pilkada

Sumber Ilustrasi: Liputan6.com

Oleh Fatkhuri dan Syahrial Syarbaini

ASN merupakan agen terpenting di sebuah negara yang keberadaannya sebagai institusi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam konteks Pilkada, ASN seringkali harus berhadapan dengan sebuah dilema, di satu sisi mereka harus netral dalam politik, tetapi di sisi yang lain mereka berhadapan dengan atasan atau kepala daerah yang maju lagi dalam gelaran Pilkada selanjutnya (petahana)

Hasil studi ini mau menjawab pertanyaan bagaimana perilaku ASN dalam pelaksanaan Pilkada di provinsi Sulawesi Selatan? Mengapa ASN terlibat dalam aktifitas politik dalam Pilkada? Apa model pengawasan netralitas ASN yang diharapkan bisa meminimalisir pelanggaran netralitas.

Berdasarkan data, Pilkada di Sulawesi Selatan menyisakan masalah karena ASN belum sepenunnya bersih dari praktik politik praktis. Perilaku ASN dalam pelanggaran netralitas dapat dilihat dari banyaknya ASN yang terlibat dalam pemberian dukungan terhadap calon Gubernur dan Wakil Gubernur baik secara tidak langsung (misalnya sebatas memberikan dukungan secara pasif seperti menghadiri kampanye), maupun dukungan secara langsung karena pragtamisme kekuasaan untuk kepentingan promosi jabatan atau mempertahankan jabatan bagi ASN di tingkat elit (pejabat struktural). 

Baca juga: The Covid-19 Pandemic and the Challenge of State Capacity in Education Policy 

Selanjutnya, ASN umumnya memberikan dukungan politik disebabkan karena faktor tekanan dari atasan (bagi ASN di tingkat bawah/staf), faktor jabatan (bagi ASN di tingkat elit), dan karena alasan keberabatan (primordialisme), di mana ASN memiliki hubungan kedekatan dengan kandidat. Faktor yang terakhir ini bisa dikatakan sebuah perilaku ASN yang memberikan dukungan bukan karena paksaan atau tekanaan.

Untuk menjaga netralitas ASN, mengacu pada hasil studi ini, penulis menawarkan saran sebagai berikut:

Pertama, perlu memperkuat memperkuat sistem pencegahan netralitas ASN melalui sosialisasi kebijakan/aturan secara intensif tentang larangan ASN berpolitik. Peran ini dapat dilakukan oleh pemerintah dan seluruh stakehoders termasuk masyarakat dan NGO sehingga ASN dapat memahami substansi kebijakan tentang netralitas ASN dalam politik.

Kedua, memperkuat sistem penindakan dengan sinergi antar-lembaga secara optimal. Selama ini, aspek penindakan pelanggaran netralitas belum sepenuhnya menimbulkan efek jera karena ditangani secara terpisah antar-instansi. Ke depan, sinergi antar-lembaga yang memiliki wewenang untuk melakukan fungsi penindakan perlu diperkuat dengan pengintegrasian sistem, sehingga penanganan kasus pelanggaran lebih efektif.


Selanjutnya untuk mengunduh dokumen lengkap, silakan klik Unduh


Comments